RSS

Biar Ummi tetap Cantik

Pepatah bijak yang mengatakan, kita baru akan merasakan keberadaan orang lain ketika orang itu sudah tidak ada di samping kita. Ini pula yang saya rasakan ketika noq murni sing ngangeni (jargon istri yang disampaikan kepada orang lain termasuk saya), saat masih ada di rumah mertua di Brebes, Jawa Tengah, untuk mendapat perawatan ala jawa pasca melahirkan.

Sudah empat bulan saya sendiri, saat itulah saya merasakan udara lebih dingin dari biasanya, ketipan mata pun menjadi kosong karena tidak ada yang diajak ngobrol. Yah, ngobrol soal masa depan keluarga kita ke depan, terutama untuk anak pertama kami yang kini sudah bisa ngoceh seperti orator ulung.

Hingga ramadhan 1429 Hijiryah atau September 2008, saya seperti orang yang masih bujangan karena kemana-mana berjalan sendirian (tenang Mi, saya tidak mengaku bujangan kok). Mulai dari makan sahur, buka puasa sampai tidur pun sendiri. Kalau seperti ini saya ingat masa lalu saat masih tinggal di sekretariat di salahsatu organisaasi keIslaman bersama teman-teman seperjuangan. Terima kasih semuanya, rupanya terpaan serba kekurangan dan kemandirian bermanfaat hari ini.

Rasa kehidupan pun menjadi hambar dan tidak berasa seperti sambal tidak diberi garam, kering dan jenuh menjadi teman keseharian saya. Suatu hari, sekitar pukul 20.00 WIB, tiba-tiba hanpdone Nokia N70 yang saya beli dari uang hadiah sayembara Wiranto mendengar aspiraasi 2008, berdering dan terlihat nama panggilan umi Fadia.

Assalamu’alikum, apa kabar bi?” sudah buka puasa belum?” terdengar suara istri dengan logat yang masih kelihatan orang Jawanya. Saya pun mengangkat teleponnya dan bercakap-cakap seperti laiknya orang berpacaran. Setelah mengungkapkan rasa kangennya selama kurang lebih 30 menit, tiba-tiba istri meminta izin kepada saya soal rencananya membeli bedak.

Boleh ngga bi, umi beli bedak biar umi tetap terlihat cantik dan bersih,” demikian kata istri dengan manja. Tanap pikir panjang, saya pun langsung mengiyakan dan bertanya balik. “Beli sekarang saja, kan ummi pegang uang,” kata saya. Istriku langsung menjawab, tetap dong bi, saya harus minta izin sama suami, biar nanti bisa dipertanggungjawabkan di depan pengadilan akhirat.

Jujur saja, permintaan izin istri seperti ini mungkin sesuatu yang sederhana dan banyak yang menganggap remeh. Tapi, bagi saya mudah-mudahan suami yang lainnya juga, permintaan izin dari istri merupakan kebanggan dan sebuah kehormatan bagi suami. Paling tidak menambah keyakinan dan memantapkan hati kita bahwa istri mampu menjaga kehormatan dirinya dan suami. Terima kasih Ya Allah atas karuniaMu kepada hamba dengan dihadirkannya seorang wanita yang cerdas dan taat pada suami. ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: