RSS

Ma Acih dan Mandiri


Kemarin, Fadia dikasih buah jeruk sama mbok Jem?. Terus Fadia bilang apa?. Demikian pertanyaan istri kepada Fadia, anak pertama kami yang usianya baru 1,3 tahun. Tanpa disangka, Fadi melontarkan jawaban yang membuat kita haru dan bangga yang tidak terpikirkan oleh kami yaitu Ma Acih..


Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia


Karena ingin lebih yakin, apakah jawaban itu spontan ataukah sudah menjadi kebiasaan. Saya dan istri kembali mengulang pertanyaan tersebut dan selalu dijawab dengan kata ma acih. Menurut cerita Bu De, orang yang ngemong Fadia ketika kami berdua kerja, si mbok yang mendengar jawaban Fadia pun terharu dan memeluknya dengan rasa haru dan bangga. Subhanallah, terima kasih ya Allah atas karuniaMu yang telah menitipkan Fadia kepada kami. Semoga kami bisa menjadi hambaMU yang amanah, amin (doaku sambil menulis kisah mengharukan ini).

Selain sudah mampu mengucapkan ma acih, Fadia juga memiliki kemandirian yang luar biasa. Aktivitas keseharian seperti makan, minum, membuang sampah, menaruh pakaian ganti, mandi, menyapu dan bermain laptop, ingin dilakukan sendiri. Padahal, usianya baru menginjak 1,3 tahun. Atas sikap ini, kami sering merasa khawatir karena keamanannya. Sebelum bisa berjalan yaitu saat usianya 9 bulanan, Fadia pun ingin berlatih berjalan tanpa ingin dibantu. Kami pun hanya mensiasati dengan membiarkan Fadia, mendorong baby stroller yang tidak dinaikinya lagi.

Kami berdua menyadari jika sikap Fadia seperti itu merupakan sesuatu hal yang bagus untuk masa depan anak. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Reni Akbar Hawadi, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI), Jakarta, bahwa kemandirian anak merupakan titik tolak untuk menjadikan anak Indonesia generasi yang unggul. Dalam penjelasannya yang ditulis di majalah Nakita, edisi pertengahan Juli 2009, Reni menjelaskan panjang lebar soal tema besar pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2009.

Menurut Reni, anak Indonesia yang unggul baru berkisar antara 1-3 % atau sekitar 600 ribuan anak dari total anak Indonesia yang berjumlah sekitar 20 jutaan. Fakta yang diungkapkan oleh Reni ini mesti menjadi perenungan bagi para orangtua. Jika data yang disebutkan oleh Reni ini benar maka wajar jika bangsa Indonesia belum menjadi bangsa yang maju, meskipun memiliki kekayaan alam yang melimpah.

Berbeda dengan tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura yang sudah menyodok kita. Padahal, kekayaan alam mereka tipis dan memprihatinkan ( eh jadi kemana-mana nih…ga papa lah sekalian tambah wawasan). Kembali kecerita Fadia, saya sendiri sudah beberapa kali dikejutkan oleh perkembangan Fadia. Suatu hari, usai Rata Penuhrekreasi di SDIT Nur El-Qolam, Minggu (19/7/2009) sekitar pukul 18.30 WIB, saya mengaktifkan laptop mungil saya dan tanpa disangka, Fadia membawa flasdisk dan berupaya memasukan barang tersebut ke port yang memang untuk flasdisk.

Yang membuat saya haru dan kagum, Fadia seperti sudah mengerti posisi yang tepat untuk falsdisk padahal usianya baru 1,3 tahun. Melihat perkembangan fisik, mental dan kecerdasannya yang unik, mengharukan dan mengaggumkan tersebut. Kami berdua sepakat untuk menyekolahkan Fadia di kelas holistik di sekolah yang berada di lingkungan perumahan. Tak hanya itu, kami juga mendaftarkan Fadia ke kidslab dengan harapan akan lebih terarah, karena dibimbing oleh guru secara sistematis. Sayang, usia Fadia belum mencukup karena anak yang diterima minimal usia 3 tahun sedangkan Fadia baru 1,3 tahun. ****

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tenang, Beban Kita Sudah Diukur


Tekanan hidup yang begitu hebat terkadang menggoyahkan naluri dan akal kita sebagai seorang hamba Allah SWT. Tak heran, sering kita temukan seseorang yang lunglai dan pesimis dalam menghadapi pergolakan hidup ini. Sebagai manusia biasa saya sendiri sempat mengalami hal demikian, tapi kondisi ini cepat-cepat dibenahi dan melakukan proses penyadaran diri. Alhamdulillah, kini diri ini sadar akan hakikat seorang hamba yang segalanya dibawah kuasa Allah SWT.

Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia


Sesungguhnya Allah SWT yang menciptakan diri kita sudah paham betul, karakter, sifat dan kesanggupan kita dalam memikul beban. Jika kita paham akan hal ini maka kita tidak mungkin terjerat oleh rasa putus asa, karena pasti Allah tidak akan memberikan beban kepada kita melebih batas kemampuan yang kita miliki. Allah tidak akan memberikan beban kepada seorang hamba melebihi batas kemampunnya, demikian janji Allah dalam sebuah surat yang ia sampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw.

Logika saya sendiri berjalan ketika membaca surat ini. Dalam benak saya, Allah tidak akan mencabut atau ingkar janji terhadap apa-apa yang pernah disampaikan kepada Muhammad. Kesimpulannya adalah ujian dan beban hidup sekeras apapun tidak akan mencelakakan kita, selama kita di dalam garis yang Allah tentukan.

Persoalan yang sering muncul kenapa seseorang putus asa lebih dikarenakan ada unsur ketidakyakinan di dalam hati seseorang tersebut, kepada janji Allah yang saya tulis di atas. Nah, kenapa tidak yakin dengan janji Allah, ini yang mesti kita telusuri oleh diri kita sendiri dengan mendengarkan hati nurani. Cobalah introspeksi diri di tengah malam sembari melakukan pendekatan terhadap Allah SWT dengan shalat, dzikir dan berdoa.

Jangan sekali-kali membohongi diri sendiri ketika introspeksi, jika ini semua itu bisa dilakukan maka ada titik terang. Namun, jangan berhenti di sini karena proses perjalanan masih jauh. Ada seabrek wanita penggoda di luar sana, ada setumpuk harta yang menanti di luar sana dan ada setinggi jabatan dan popularitas di luar sana. Semuanya itu menjadi tantangan sekaligus godaan kita, apakah mampu mengendalikan semua itu atau justur tergelincir dan terjerembab dan akan kembali menyeret diri ini menjadi mahluk yang tidak yakin dengan janji Allah SWT.
(Kota Serang, 7 Juni 2009, pukul 11.00 WIB.)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hidup Adalah Pilihan


Setiap detik, hari, bulan dan tahun, kita selalu dihadapkan pada suatu pilihan. Yah, pilihan yang terkadang membingungkan karena sebagai mahluk yang memiliki nafsu. Padahal, salah memilih berarti wajah dan nasib kita akan berubah.

Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia

Sabtu, 20 Juni 2009 sekitar pukul 13.00 WIB, secara tidak sengaja saya membaca sebuah buku yang sudah dua mingguan diacuhkan. Syukurnya, masih ada lipatan buku sebagai pertanda batas akhir halaman yang saya baca beberapa waktu lalu.

Lembar demi lembar buku berjudul Room to Read yang ditulis oleh mantan eksekutif muda di Microsoft, Amerika Serikat, John Wood, saya baca dan telaah secara perlahan. Buku yang telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa dan salah satunya adalah bahasa Indonesia, ini cukup menarik dan insipiratif terutama bagi sesorang yang memiliki rasa kemanusiaan soal nasib anak-anak di pelosok daerah yang memiliki keterbatasan akses informasi.

Di dalam buku setebal 385 halaman ini, Jhon menceritakan pergolakan dan proses penjelamaan dirinya dari salah satu pimpinan di Microsoft menjadi aktivis sosial, setelah berhenti di perusahaan milik Bilgates tersebut. Jhon yang berhasil meraih Academy for Educational Development “Breakthrough Ideas in Education” Award 2007, ini nekat meninggalkan karirnya di Microsoft dan aktif pada kegiatan non profit yang bergerak di bidang pendidikan dan berhasil membangun 7.000 perpustakaan di pelosok dunia (lebih lengkapnya baca bukunya yah).

Setelah membaca buku ini selama satu jam lebih, saya langsung mengambil laptop yang tersimpan di dalam lemari dan langsung memencet keyboard hitam mungil di laptop tersebut. Tampak istri dan Fadia anak pertama saya, masih lelap dengan tidur siangnya.

Membaca buku ini saya seperti diingatkan olah Jhon akan sebuah kata kunci yang berbunyi hidup adalah pilihan. Kata ini terlihat sederhana tapi berdampak luar biasa terhadap kehidupan yang kita jalani.

Pilihan-pilihan selalu ada di depan mata setiap detik dan hari. Memilih jodoh, pekerjaan, tempat tinggal termasuk aktivitas keseharian merupakan pilihan yang selalu ada dihadapkan seseorang, yang terkadang membingungkan. Pilihan yang saya maksud bukanlah pilihan antara keburukan dengan kebaikan, bukanlah syurga dengan neraka karena kalau ini sudah jelas dan tidak perlu memilih termasuk efeknya terhadap diri kita juga sudah jelas.

Yang ingin saya katakan di sini adalah pilihan dimana kita dihadapkan pada dua kebaikan atau lebih, bukan pilihan antara kebaikan dengan keburukan. Apa yang dialami oleh Jhon merupakan salah satu contoh seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama baik yaitu apakah akan tetap bekerja di perusahaan raksasa dengan segala fasilitas yang diterima, atau menjadi aktifis sosial dengan mendirikan perpustakaan di pelosok dunia dengan konsekuensi harus rela meninggalkan fasilitas dari perusahaan.

Soal pilihan, ustad Ulil dalam sebuah kajian di salah satu masjid di Kota Serang, Provinsi Banten, mengungkapkan keherananya kepada sebagian orang ketika dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Pria yang pernah mengenyam perkulihan di negara Arab ini, menceritakan sahabiah Nabi Muhammad Saw, ketika diminta untuk memilih apakah bisa bersabar menerima penyakit ayan tapi dijamin masuk syurga atau minta nabi mendoakan agar penyakitnya sembuh, tapi belum ada jaminan masuk surga karena kemungkinan akan terjemus ke dalam orang-orang yang tidak bersyukur.

Sahabiah tadi akhirnya memilih sabar demi masuk syurga daripada memilih minta didoakan sembuh, tapi belum ada jaminan masuk syurga dengan alasan yang nabi sebutkan di atas. “Wong dijamin masuk syurga kok ragu, buat apa menimbang-nimbang atau shalat istikharah, kan pilihannya masuk syurga,” kata ustad Ulil.

Begitulah manusia, terkadang salah menempatkan sikap dan keputusan. Sesuatu yang sudah baik masih ditimbang tapi hal yang buruk dilakukan tanpa pertimbangan. Apa yang dilakukan oleh Jhon dan cerita ustad Ulil bisa menjadi bahan perenungan dalam menjalani bahtera kehidupan supaya hidup lebih baik.

Jangan dibingungkan oleh pilihan buruk dengan kebaikan, tapi jangan ragu pula untuk memilih sesuatu yang lebih baik meski secara materi sedikit. ****

Kota Serang-Banten, Sabtu, 20 Juni 2009


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS